UPDATE BERITA PT PEKAPE
Kerjasama Pembangunan Pole Dengan Alfamart
Dengan kerjasama ini diperoleh keunggulan dimana untuk penentuan lokasi menara/pole bisa dilakukan pada lokasi Alfamart. Hal ini dapat mempercepat pengadaan pembangunan suatu menara/pole sesuai kebutuhan Operator telekomunikasi.
Menara Microcell
Pemkot dan Pemda meakukan regulasi pembangunan menara yang disebut menara Microcel- MCP. Menara jenis ini biasanya berupa single pole dengan ketinggian 16 - 20 meter dibangun di atas tanah (greenfield). Atau ketinggian 6 - 12 meter dibangun di atas gedung/bangunan yang biasa disebut menara rooftop.
PT Pekape sebagai provider menara memiliki kemampuan membangun menara Microcell baik greenfield maupun rooftop. Menara yang dibangun sudah tersebar secara nasional. Operator Telekomunikasi yang membutuhkan tambahan kapasitas dan coverage bisa melakukan penyewaan. Harga yang ditawarkan cukup competitif dan bersaing. Perusahaan juga melakukan pembangunan menara Microcell baru sesuai dengan kebutuhan operator.
UPDATE TELEKOMUNIKASI
Biaya “Siluman” IMB Menara Telekomunikasi Diduga
Terlalu Tinggi
Bangunan
Ilegal :Tower milik PT. Protelindo di kelurahan Pengasinan
yang disegel Dinas Tata Kota Bekasi |
Bekasi,
Laras Post Online -Dinas
Tata Kota Pemerintah Kota Bekasi selama tahun 2014 telah menyegel sekitar 3
bangunan menara telekomunikasi karena tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB). Maraknya menara telekomunikasi yang tidak memiliki IMB di Kota Bekasi
diduga karena biaya siluman pengurusan IMB-nya terlalu tinggi.
Begitu
banyaknya menara telekomunikasi atau tower yang didirikan di wilayah Kota
Bekasi ternyata banyak juga menara tersebut yang tidak memiliki perijinan
lengkap seperti rencana tapak (site plan) dan IMB. Akibatnya, setelah beberapa
kali pemilik tower diperingati dan selalu diabaikan, Dinas Tata Kota melakukan
penyegelan bangunan tower.
Salah
satu menara telekomunikasi yang disegel Dinas Tata Kota Pemerintah Kota Bekasi
adalah menara milik PT. Protelindo di Jalan Pengasinan Raya kelurahan
Pengasinan kecamatan Rawalumbu. Menara tersebut disegel tanggal 10/9/2014
karena tidak memiliki IMB dan siteplan.
Menurut
Kepala Seksi Pembongkaran Bangunan Bidang Pengawasan dan Pengendalian Bangunan
Dinas Tata Kota, Bilang Nauli Harahap, penyegelan bangunan ini dilakukan karena
tower yang berada di Jalan Pengasinan Raya ini tidak memiliki ijin.
Tindakan ini untuk menindak lanjuti laporan dari Unit Pelaksana Teknis Dinas
setempat yang menyatakan bahwa tower ini tidak memiliki IMB dan site plan.
Lebih
lanjut Bilang Nauli mengatakan, sebelumnya pihaknya telah melakukan tiga kali
pemanggilan kepada pemilik tower yakni PT. Protelindo, namun pemilik tower ini
tidak pernah hadir. Akibatnya penyegelan bangunan dan pemutusan listrik
terpaksa dilakukan. Tindakan penyegelan ini sesuai Peraturan Daerah Kota Bekasi
nomor 15 tahun 2012 tentang Retribusi IMB.
Imformasi
yang didapat LARAS POST di Bekasi menyebutkan bahwa biaya siluman pengurusan
IMB sebuah menara telekomunikasi cukup tinggi, bisa mencapai dua kali diatas
biaya retribusi yang disetor ke kas daerah. Misalnya, jika retribusi resmi IMB
satu unit menara telekomunikasi tinggi 40 meter sekitar Rp. 25 juta, maka oknum
di bangian IMB Dinas Tata Kota meminta biaya seluruh pengurusan IMB sekitar Rp.
75 juta.
Terkait
dengan tower milik PT. Protelindo di Jalan Pengasinan Raya Rawalumbu Kota
Bekasi tidak memiliki IMB yang baru-baru ini disegel oleh Dinas Tata Kota
Bekasi, sudah lama diketahui oleh masyarakat. Bahkan, LARAS POST Bekasi sekitar
4 bulan lalu sudah pernah menyampaikan imformasi adanya tower illegal ini ke
Dinas Tata Kota namun tidak langsung ditindak-lanjuti alias mau “dpelihara”.
(RAMOTI/M POHAN)
http://suryamalang.tribunnews.com/2016/08/05/pemkot-malang-moratorium-rekomendasi-menara-single-pole
Pemkot Malang Moratorium Rekomendasi
Menara "Single Pole"
Jumat, 5 Agustus 2016 17:24
SURYAMALANG.COM/Hayu Yudha Prabowo
Single Pole Tower di Kelurahan Gadingkasri,
Kota Malang, Selasa (10/5/2016). Warga setempat mengeluhkan pemalsuan tanda
tangan kepengurusan berdirinya Single Pole Tower ini.
SURYAMALANG.COM,
KLOJEN -
Pemerintah Kota Malang akhirnya memoratorium rekomendasi pendirian menara single
pole.
Wali Kota Malang M Anton mengatakan, sudah memerintah Dinas Komunikasi dan
Informatika (Kominfo) Kota Malang untuk tidak mengeluarkan lagi rekomendasi sebelum
permasalahan single pole terselesaikan. Kebijakan itu diambil setelah banyaknya
single pole ilegal yang berdiri tahun ini.
“Sudah saya suruh nutup permintaan
rekomendasi. Saya instruksikan Diskominfo untuk menyelesaikan dulu PKS
(Perjanjian Kerja Sama) yang berlaku. Sudah cukup itu diselesaikan dulu,” ucapnya,
Jumat (5/8/2016).
Data Diskominfo menunjukkan, pada
tahun ini rekomendasi pendirian single pole sudah diberikan pada empat
perusahaan. Masing-masing 150 titik untuk PT Bali Tower, 50 titik untuk PT
iForte, 46 titik untuk PT Inti Bangun Sejahtera dan 25 titik untuk PT Sarana
Utama Karya. Dari data itu, ada 16 tower yang sempat berdiri secara ilegal.
Satu di antaranya sudah diturunkan Kamis (4/8) malam.
Anton melanjutkan, titik rekomendasi
pendirian single pole selanjutnya akan dibuka setelah semua pembangunan menara
dari rekomendasi terbaru itu selesai. Selain itu, pembangunan menara yang sudah
terlanjur bermasalah harus disesuaikan dengan semestinya terlebih dulu. Setelah
seluruh masalah itu terselesaikan, pemkot masih akan memperhitungkan kebutuhan.
Jika dampak dari pembangunan
menara-menara itu positif, lanjutnya, rekomendasi baru memungkinkan buat
dikeluarkan. Namun apabila efek keberadaan menara itu tidak signifikan,
penurunan rekomendasi masih tetap akan ditutup. “seumpama bisa buat masyarakat
senang, akan kami buka lagi. Tapi wong pendirian ini saja tidak berhasil,”
ungkap dia.
Langkah pemkot saat ini akan
berfokus pada penanganan 15 menara ilegal yang terlanjur berdiri. Anton
menyebut, sudah memerintahkan Diskominfo untuk meminta kepada para pemilik
menara agar melengkapi perizinan sebelum mulai membangun. Dari 15 menara ilegal
yang masih berdiri, seluruhnya belum mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Padahal, syarat itu mutlak dimiliki pengusaha sebelum mengeksekusi pendirian
menara.
Saat ditanya rencana penurunan
menara ilegal, ia belum berani memutuskan. Alasannya, pemkot masih memilik
keterbatasan alat dan biaya untuk menurunkan sebuah menara. Penurunan satu
menara di Jalan Ki Ageng Gribig adalah murni dari inisiatif pengusaha dan
desakan pemkot.
Jakarta - Operator Tri menyatakan kesiapannya mengikuti lelang frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz.
Hal tersebut diungkap langsung Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah usai acara peluncuran program Isi Ulang Enjoy di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Dijelaskannya saat ini Tri memiliki lebih dari 56,8 juta pengguna. Trafik datanya sudah menyamai dua operator teratas. Sehingga dibutuhkan frekuensi tambahan untuk melayani pelanggan dengan baik.
"Spektrum yang kami miliki relatif setengahnya dari operator tersebut, padahal trafik sama. Masa pemerintah tidak kasih," kata Danny.
Dirinya berharap Tri mendapat tambahan spektrum di 2,1 GHz. Tapi tidak masalah bilamana dalam proses lelang nanti, pemerintah memberikan spektrum di 2,3 GHz. Namun demikian Danny masih menyimpan kekhawatiran soal pembagian spektrum oleh pemerintah nantinya.
"2,1 GHz akan ada dua blok, sementara 2,3 hanya satu blok yang akan dilelang. Akan lebih adil bila pemenangnya hanya mendapat satu blok saja," ungkap Danny.
"Dalam memutuskan pemenang baiknya pemerintah melihat berdasarkan jumlah pelanggan dan trafik yang dimiliki operator, bukan dari tinggi-tinggian investasi," pungkasnya.
Seperti diketahui, saat ini di frekuensi 2,3 GHz memiliki total lebar spektrum 90 MHz. Sebanyak 30 MHz ditempati Smartfren dan 30 MHz dihuni oleh pemain broadband wireless access (BWA) seperti Internux dengan merek Bolt (berbasis zona wilayah).
Sejatinya, masih ada 30 MHz sisanya yang bisa diperebutkan. Namun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan hanya 15 MHz saja yang bisa diperebutkan. Sisanya masih menunggu penyelesaian masalah dengan Corbec Communication.
Sementara untuk proses lelang frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz pun, menteri juga menegaskan bahwa hanya boleh diikuti oleh operator seluler yang exisiting. Dikatakannya, saat ini operator existing dinilai membutuhkan tambahan frekuensi. Sebab kapasitas mereka di kota-kota besar sudah penuh.
"Sudah terlalu padat di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Jadi butuh frekuensi tambahan," kata Rudiantara kala itu. "Saya tidak mengalokasikan bagi yang tidak membutuhkan. Karena saat ini yang desperate itu existing operator," imbuhnya.
Pria yang kerap disapa Chief RA belum menginformasikan kapan lelang akan digelar. Menurutnya teknis pelaksanaan lelang tengah disiapkan.
Ia pun menekankan untuk frekuensi 2,3 GHz akan dilelang sebanyak 15 MHz dari sisa kosong sebanyak 30 MHz. Sedangkan untuk 2,1 GHz akan dilelang sebanyak dua blok, masing-masing 5 MHz.
"Untuk 2,3 GHz akan dilelang 15 MHz. Setelah konsultasi 15 MHz dinilai cukup," kata pria yang kerap disapa chief RA tersebut.
(afr/yud)
https://inet.detik.com/telecommunication/d-3404755/tri-siap-ikuti-lelang-21-ghz-dan-23-ghz?_ga=1.238266567.69058888.1470596625
Jakarta - Operator Tri menyatakan kesiapannya mengikuti lelang frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz.
Hal tersebut diungkap langsung Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah usai acara peluncuran program Isi Ulang Enjoy di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Dijelaskannya saat ini Tri memiliki lebih dari 56,8 juta pengguna. Trafik datanya sudah menyamai dua operator teratas. Sehingga dibutuhkan frekuensi tambahan untuk melayani pelanggan dengan baik.
"Spektrum yang kami miliki relatif setengahnya dari operator tersebut, padahal trafik sama. Masa pemerintah tidak kasih," kata Danny.
Dirinya berharap Tri mendapat tambahan spektrum di 2,1 GHz. Tapi tidak masalah bilamana dalam proses lelang nanti, pemerintah memberikan spektrum di 2,3 GHz. Namun demikian Danny masih menyimpan kekhawatiran soal pembagian spektrum oleh pemerintah nantinya.
"2,1 GHz akan ada dua blok, sementara 2,3 hanya satu blok yang akan dilelang. Akan lebih adil bila pemenangnya hanya mendapat satu blok saja," ungkap Danny.
"Dalam memutuskan pemenang baiknya pemerintah melihat berdasarkan jumlah pelanggan dan trafik yang dimiliki operator, bukan dari tinggi-tinggian investasi," pungkasnya.
Seperti diketahui, saat ini di frekuensi 2,3 GHz memiliki total lebar spektrum 90 MHz. Sebanyak 30 MHz ditempati Smartfren dan 30 MHz dihuni oleh pemain broadband wireless access (BWA) seperti Internux dengan merek Bolt (berbasis zona wilayah).
Sejatinya, masih ada 30 MHz sisanya yang bisa diperebutkan. Namun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan hanya 15 MHz saja yang bisa diperebutkan. Sisanya masih menunggu penyelesaian masalah dengan Corbec Communication.
Sementara untuk proses lelang frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz pun, menteri juga menegaskan bahwa hanya boleh diikuti oleh operator seluler yang exisiting. Dikatakannya, saat ini operator existing dinilai membutuhkan tambahan frekuensi. Sebab kapasitas mereka di kota-kota besar sudah penuh.
"Sudah terlalu padat di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Jadi butuh frekuensi tambahan," kata Rudiantara kala itu. "Saya tidak mengalokasikan bagi yang tidak membutuhkan. Karena saat ini yang desperate itu existing operator," imbuhnya.
Pria yang kerap disapa Chief RA belum menginformasikan kapan lelang akan digelar. Menurutnya teknis pelaksanaan lelang tengah disiapkan.
Ia pun menekankan untuk frekuensi 2,3 GHz akan dilelang sebanyak 15 MHz dari sisa kosong sebanyak 30 MHz. Sedangkan untuk 2,1 GHz akan dilelang sebanyak dua blok, masing-masing 5 MHz.
"Untuk 2,3 GHz akan dilelang 15 MHz. Setelah konsultasi 15 MHz dinilai cukup," kata pria yang kerap disapa chief RA tersebut.
(afr/yud)
https://inet.detik.com/telecommunication/d-3404755/tri-siap-ikuti-lelang-21-ghz-dan-23-ghz?_ga=1.238266567.69058888.1470596625
Tidak ada komentar:
Posting Komentar